Faktor
Pendukung Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah
A.
Para
Praktisi di Masyarakt
Penyelenggaraan
pendidikan di masyarakat yang dilakukan oleh para praktisi ini didorong oleh
hasrat dan rasa pengabdian untuk memenuhi kebutuhan masyarakt dan bangsa
terhadap pendidikan. Para praktisi pada umumnya tardiri dari para pemuda
terdidik, pemuka masyarakat, pimpinan organisasi, guru-guru sekolah, dan tenaga
sukarela lainnya. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk member kesempatan
pendidikan kepada masyarakat agar meraka dapat terlepas dari keterlantaran
pendidikan dan masyarakat. Lebih jauh lagi, kesempatan pendidikan ini diberikan
terhadap pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk menumbuhkan
hasrat dan partisipasi masyarakat dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup
bangsa. Oleh karena itu, pada masa sebelum dan awal kemerdekaan, kegiatan para
praktisi di masyarakat lebih menitikberatkan pada pendidikan penyadaran dalam
berbangsa dan bernegara.
Program
pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh praktisi ini sering dikaitkan
dengan gerakan pembangunan masyarakat. Program pendidikan ini berbagai macam
jenisnya, antara lain : pendidikan orang dewasa, pemberantasan buta huruf
fungsional, pendidikan perluasan, latihan keterampilan pertanian, latihan kader
koperasi, pendidikan kependudukan, keluarga berencana, pendidikan gizi
keluarga, latihan keterampilan produktif, pendidikan kewanitaan dan kerumah
tanggaan, pendidikan dan latihan kepemudaan, organisasi pemuda, pramuka, dan
latihan kader pembangunan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut telah
dipelopori bantuan dari badan-badan internasional yang bernaung dalam
perserikatan bangsa-bangsa antara lain UNESCO, UNICEF, FAO dan ILO. Demikianlah,
beberapa program yang diutarakn diatas merupakan sebagaian contoh dari kegiatan
pendidikan yang tersebar di masyarakat, namun cukup kiranya untuk member
gambaran betapa luasnya upaya pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh para
praktisi terutama di Negara-negara yang sedang berkembang.
Pendekatan
yang dilakukan oleh praktisi didasarkan atas suatupandangan bahwa pendidikan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu merupakan bagian penting dari dan
sebagai pendekatan dasr dalam pembangunan. Yang pertama, sebagai bagian penting dari pembangunan, menunjukkan bahwa
program pendidikan luar sekolah mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dengan
program-program lainnya dalam pembangunan. Kenyataan pembangunan menunjukan
bahwa dalam kebijakan dan program pembangunan tingkat loka, regional, dan
nasional terdapat kebijakan dan program nonformal yang terkait degan
sector-sektor pembangunan lainya. Yang kedua,
sebagai pendekatan dasar dalam pembangunan, pendidikan luar sekolah mempunyai
fungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia yang menjadi pelaku utama dalam
berbagai sector pembangunan. Dengan kata lain, pembangunanakan berjalan dengan
baik apabila sumber daya manusia sebagai subjek pembangunan dikembangkan
melalui kegiatan pendidikan yang relevan dengan pembangunan.
a. Pendidikan luar sekolah sebagai
pelengkap pendidikan sekolah
Pendidikan
luar sekolah sebagi pelengkap (complementary
education), pendidikan luar sekolah dapat menyajikan barbagai mata
pelajaran atau kegiatan belajar yang belum termuat dalam kurikulum pendidikan
sekolah sedangkan materi pelajaran atau kegiatan belajar tersebut sangat
dibutuhkan oleh anak didik dan masyarakat yang menjadi lanyanan sekolah
tersebut. Pendidikan sekolah berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta didik
dengan jalan memberikan pengalaman belajar yang tidak diperoleh dalam kurikulum
pendidikan sekolah. Peserta didik ialah murid-murid yang masih mengikuti
jenjang pendidikan sekolah.
Perkembangan
pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap ini dirasakan perlunya oleh masyarakat
sejalan dengan aspirasi mereka untuk memperluas jangkauan sekolah untuk
memenuhi kebutuhan belajar masyarkat dan untuk mendekatkan fungsi pendidikan
sekolah belajar dengan kenyataan yang ada dimasyarakat. Upaya mendekatkan
fungsi sekolah dengan kebutuhan masyarakat bertujuan pula untuk member
kesempatan belajar-mengajar kepada masyarakat sehingga tumbuh suasana saling
belajar antara para siswa dan masyarakat.
Perkembangan
selanjutnya yang timbul dari pengalaman ini para perencana pendidikan untuk pembangunan
telah mengangkat pendidikan luar sekolah sebagai pelangkap menjadi gerakan luas
yang dilakukan oleh sekolah-sekolah di berbagai Negara yang sedang
berkembang. Secra singkat dapat
dikemukakan bahwa pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap pendidikan sekolah
itu berkaitan dengan upaya memperluas fungsi sekolah untuk menjangkau kebutuhan
dan perubahan masyarakat yang terus berkembang.
b. Pendidikan luar sekolah sebagai penambah
pendidikan sekolah
Pendidikan
sebagai penambah (supplementary education).
Pendidikan luar sekolah dapat member kesempatan tambahan pengalaman belajar
dalam mata pelajaran yang sama ditempuh di sekolah kepada mereka yang masih
bersekolah atau mereka yang telah menamatkan jenjang pendidikan sekolah.
Tambahan pengalaman belajar ini dilakukan di tempat yang sama atau di tempat
lain dengan waktu yang berbeda.
Pendidikan
luar sekolah sebagai penambah pendidikan sekolah bertujuanuntuk menyediakan
kesempatan belajar kepada tiga kategori peserta didik. Pertama, para siswa suatu jenjang pendidikan sekolah yang
membutuhkan kesempatan belajar guna memperdalam pemahaman dan penguasaan materi
pelajaran tertentu yang diperoleh selama mereka mengikuti program pendidikan
tersebut. Kedua, meraka yang telah
menamatkan suatu jenjang pendidikan sekolah dan masih memerlukan layanan
pendidikan untuk memperluas pemahaman dan pengguanaan materi pelajaran yang
telah di peroleh. Ketiga, mereka yang
putus sekolah dan mempunyai kebutuhan belajar untuk memperoleh pengetahuan baru
dan keterampilan yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan atau penampilan diri
dari dalam masyarakat. Dengan demikian, peserta didik ialah para siswa dan para
lulusan suatu jenjang pendidikan sekolah serta mereka yang putus sekolah.
Untuk
memberikan kesempatan kepada mereka yang putus sekolah, pendidikan luar sekolah
sebagai penambah pendidikan sekolah dikaitkan dengan upaya memberi pengetahuan
yang relative serupa dengan pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah dan
dengan keterampilan yang berhubungan dengan kesempatan kerja dan kegiatan
usaha. Pendidikan luar sekolah sebagai penambah ini diarahkan pula untuk
membekali para lulusan dan mereka yang putus sekolah untuk memasuki dunia
kerja.
Perbedaan
utama antara pendidiakan luar sekolah sebagai pelengkap dan sebagai penambah
pendidikan sekolah dapat dijelasakan sebagai berikut. Yang pertama, pendidikan
nonformal sebagai pelengkap, diorganisasi oleh para penyelenggara pendidikan di
sekolah dan pengolahannya termasuk kedalam tanggung jawab sekolah yang
besangkutan. Sedangkan yang kedua, pendidikan luar sekolah sebgai penambah,
diorganisasi oleh lembagai atau badan yang terdapat di luar lingkungan sekolah.
Tujuan kegiatan belajar adalah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan
yang telah dimiliki serta untuk memperoleh keterampilan berusaha dan kemampuan
kerja.
c. Pendidikan luar sekolah sebagai
pengganti pendidikan sekolah
Pendidikan
luar sekolah sebgai pengganti (substitute
education), pendidikan luar sekolah dapat meggantikan fungsi sekolah di
daerah-daerah yang, karena bebagai alasan, penduduknya belum terjangkau oleh
pendidikan sekolah. Pendidikan ini menyediakn kesempatan belajar bagi anak-anak
atau orang dewasa yang, karena bebagai alasan, tidak memperoleh kesempatan
untukmemasuki sekolah dasar. Para peserta didik tidak dibedakan atas dasar usia
sehingga dalam belajar akan dapat terdapat anak-anak, orang dewasa, dan orang
tua. Pendidika antara lain ialah para guru,petugas lembaga atau badan sosial,
serta tenaga sukarela yang datang dari luar daerah. Program pendidikan pada
umumnya diselenggarakan di daerah-daerah terpencil atau daerah yang di sebut
“kantong terasing” yang belum memiliki sekolah dasar.
Kegiatan
belajar-mengajar bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar yang meliputi
baca-tulis-hitung dan pengetahuan umum yang peraktis dan sederhana yang
berhubungan dengan kehidupan mereka seperti pemeliharaan kesehatan, gizi
keluarga, cara bercocok tanam, dan jenis-jenis keterampilan lain yang
diperlukan.
Keuntungan
pendidikan luar sekolah sebagai pengganti, pendidiakan sekolah itu adalah waktu
penyelenggaraannya singkat, biaya pendidikan lebih murah, dan programnya dapat
melengkapi masyarakat yang lebih luas pada daerah yang relative sulit untuk
dikunjungi.
B.
Berkembangnya
Kritik terhadap Pendidikan Sekolah
faktor
kedua yang mendorong perkembangan pendidikan luar sekolah adalah munculnya
bebagai keritk terhadap kelemahan pendidikan sekolah serta akibat lain yang
ditimbulkan oleh jalur pendidikan ini. Kritik terhadap pendidikan sekolah ini
mulai berkembang dalam dunia pendidikan pada tahun enam puluhan. Pada umumnya
sejumlah praktisi dan pakar pendidikan melontarkan kritik terhadap pendidikan
sekolah setalah menganalisisnya dari barbagai segi. Perkembangan ini telah
terjadi di seluruh dunia sejak tahun lima puluhan. Pendidikan pun mengalamai
perkembangan dan perubahan, namun perubhannya berjalan lebih lambat apabila
dibandingkan dengan kecepatan perubahan diluar dunia pendidikan. Sebagai
konsekuensinya, kesenjangan antara system pendidikan sekolah dan perkembangan
lingkungan luar makin besar sehingga kesenjanggan ini menjadi faktor penyebab
utama timbulnya krisis pendidikan sekolah di seluruh dunia..
gejala-gejala
yang menunjukan adanya krisis pendidikan itu ilaha :
1. Ketidakcocokan
antara kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata
peserta didik.
2. Ketidaksesuaian
antara pendidikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
3. Ketidakseimbangan
yang terus menerus antara pendidikan dan dunia kerja.
4. Ketidakmampuan
lembaga pendidikan sekolah untuk member kesempatan pemerataan pendidikan bagai
semua kelompok dimasyarakat.
5. Menigkatnya
biaya penyelenggaraan pendidikan yang tidak diimbangi oleh kemampuan Negara,
terutama Negara sedang berkembang, untuk mebiayainya.
Dengan demikian, pendidikan
sekolah menderita kelemahan dalam mengimbangi kecepatan perubahan yang terjadi
di luar dirinya.
a. Philip
H. Coombs
Coombs (1963) menggambarkan
empat faktor penyebab kelemahan pendidikan sekolah. Pertama, sebagai akibat pertambahan penduduk yang makin pesat maka
keinginan masyarakat untuk memperoleh kesempatan pendidikan makin menigkat
sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan sekolah semakin
berat. Kedua, sumber-sumber yang
digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan sekolah mengalami
kehambatan untuk merespon secara tepat terhadap kebutuhan dan perkembangan
masyarakat. Ketiga, kelambatan system
pendidikan sekolah itu sendiri untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi di luar pendidikan. Keempat,
kelambanan mayarakat itu sendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan
pendidikan sekolah sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para
lulusan dengan lapangan kerja makin melebar.
Fakto-faktor diatas
menyebabkan kelemaham system pendidikan sekolah dalam menyusuaikan diri dengan
perkembangan lingkungan luar yang
mengalami perubahan makin cepat. Dengan demikian, kelemahan system pendidikan
sekolah tersebut menjadi sasaran utama para pengkritik.
b. Ivan
Illich
Illich (1972) menggambarkan
bahwa sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitikberatkan produknya berupa
lulusan yang hanya didasari atas hasil penilaian ddengan menggunakan
angka-angka dan ijazah. Proses pendidikan didominasi oleh guru yang pada
gilirannya merampas harga diri peserta didik. Proses yang demikian pada dasarnya
mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik, kurangnya sikap kreatif
dan kritis, serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri
sesuai dengan potensi yang mereka milki.
IIIich, menyinggung pula
keberatannya terhadap peranan pendidikan sekolah. Ia menyatakan andaikata hak
untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat dipercayakan hanya kepada lembaga
pendidikan sekolah dengan system yang ada sekarang maka harus diingat bahwa
lebih dari setengah jumlah penduduk dunia pada saat ini tidak belajr di lembaga
pendidikan sekolah. IIIich, menyarakan untuk mengadakan revolusi belajar dalam
masyarakat untuk mendorong perubahan budaya.
IIIich, mengemukakan pula
bahwa pendidikan, sebagai bagaian dari pranata sosial yang ada, memiliki fungsi
yang sangat penting dalam mengembangkan saling berhubungan yang mantap dan
bermakna dalam kehidupan masyarkat.
c. Paulo
Freire
Menurut freire, sebagaian
tebesar warga masyarakat masih dalam keadaan masa bodoh terhadap perkembangan
lingkungannya. Kehidupan meraka masih dalam situasi tertekan karena tingkat
sodial ekonomi yang rendah. Kehadiran para peserta didik dan lulusan pendidikan
sekolahdi masyarakat menjadi faktor yang menyebabkan makin tumbuhnya masyarakat
yang merasa tertekan ini. Di masyarakat seolah-olah terjadi pola interaksi
antara dua kelompok manusia yaitu pertama, kelompok yang cenderung untuk
membebani masyarakat atau klompok penekan dan kedua, kelompok yang merasa
dikuasi dan dibebani, atau kelompok tertekan.
Freire, menegaskan bahwa
pendidikan yang tidak mampu membangkitkan kesadaran diri peserta didik dan
masyarakat adalah tidak manusiawi dank arena itu, tidak usah diberi hak hidup.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pembangunan tidak akan terwujud melaulai
pendidikan yang tidak membangkitkan kesadaran peserta didik dan masyarakat baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya.
d. Carl
Rogers
Sebagi pakar psikologi
belajar (1961), mengemukakan bahwa proses pembelajaran dalam pendidikan sekolah
lebih berpusat pada guru. Ia menyarankan kegiatan pembelajaran itu berpusat
pada peserta didik. Namun perlu diingat bahwa dalam penerapan kegiatan
pembelajaran yang berpusata pada peserta didk ini bukan berarti bahwa semua
kegiatan peserta didik diijinkan bebas-bebasnya. Peranan dan tanggung jawab
pendidik adalah untuk menyiapkan pola kegiatan pembelajaran. Berdasarkan atas
pola ini, pendidik menampilkan dua peran, yang pertama, sebagai anggota
kelompok belajar dan yang kedua, sebagai pemimpin kegiatan belajar.
e. Abraham
H. Maslow
Seorang pakar psikologi
humanistis, Maslow (1954), menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya
didasarkan atas kebutuhan peserta didik (warga belajar). Berdasarkan teori
kebutuhan maka peserta didik perlu dibantu peerkembangannya untuk
mencapaiperwujudan diri (self actualizing) di dalam memperluas wawasan diri
(the expansion of self). Perwujudan diri ini dapat dilakukan melalui kegiatan
pembeljaran yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap
dirinya dan terhadap lingkungannya yang terus berubah.
Maslow, mengemukakan asumsi
bahwa taraf kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya
telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi
dengan lingkungannya dengan menggunakan cara-cara baru. Kemampuan untuk
mengenali diri akan menjadi dorongan bagi peserta didik untuk bertindak positif
melalui upaya mengidentifikasi, menelaah, megalami, menikmati dan megubah
kehidupan.
f. Jerome
S. Bruner
Pakar pendidikan lainnya,
yaitu bruner (1966), mengemukakan asumsinya bahwa proses pembelajaran
pengetahuan (cognitive learning) akan berjalan dan berhasil dengan baik apabila
didasarkan atas tiga hal. Pertama,adanya
dorongan yang tumbuh dalam diri peserta didik. Kedua, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat
dalam kegiatan belajar. Ketiga,
peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang
datang dari luar dirinya yaitu dari guru. Suatu strategi pembelajaran yang
lebih berpengaruh terhadap peserta didik dalam mengembangkan perilaku perwujudan
diri adalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
Dengan pendekatan ini maka
para peserta didik memperoleh pengalaman belajar dalam mengembangkan kemampuan
untuk menentukan keputusan yang sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan
keinginan yang dimilikinya, seerta dalam melakssanakan hasil keputusan yang
telah mereka pilih.
g. F.
Skinner
Sebagai penganut aliran
tingkah laku, skinner (1968), menjelaskan bahwa pada dasarnya perkembangan yang
dialami peserta didik, serta manusia pada umumnya, tidak dipengaruhi oleh
adanya pertumbuhan fisik melainkan oleh perilakunya. Sikap, pikiran, perasaan
dan keinginan dalam diri seseorang timbul secara serempak dalam perilaku orang
itu. Perilaku ini muncul apabila peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya.
Penerapan pola tingkah laku
dalam proses pembelajaran ialah dengan menggunakan teknologi tingkah laku
(technology of the behavior). Teknologi tingkah laku ini memanfaatkan pengaruh
lingkungan sebagai kekuatan pemaksa (reinforcers) yang harus digunakan secara
tepat dan hati-hati. Dengan demikian, pendidik hendaknya menyusun bebagai
rangsangan dari luar agar peserta didik dapat mengembangkan tingkah lakunya
sesuai ddengan rangsangan-rangsangan tadi.
h. Malcolm
S. Knowles
Knowles (1977) menggabungkan
teori psikologi dan pendekatan system untuk mengembangkan proses pembelajaran.
Ia beranggapan bahwa :
1. Setiap
peserta didik memiliki kebutuhan psikologis untuk mengarahkan diri dan untuk
diakui oleh orang lain.
2. Kegiatan
belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk
mencari alternative jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, dan.
3. Peseerta
didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan
yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.
Atas
dasar anggapan itu maka pendidik tidak perlu memaksakan pendapat dan
keinginannya sendiri kepada para peserta didik, melainkan ia harus lebih banyak
melimpahkan tanggung jawab pengelolaan kegiatan belajar kepada para peserta
didik. Peranan pendidik adalah sebagai penunjuk jalan bagi peserta didik untuk
memilih dan menggunakan cara-caranya yang tepat dalam kegiatan belajar.
Peserta
didik dibantu oleh pendidik untuk mengenali dan menentukan kebutuhan belajr,
menetapkan tujuan belajar, merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar, dan
menilai proses dan hasil kegiatan belajar.
A. Kesimpulan
Para
Praktisi di Masyarakt
Penyelenggaraan
pendidikan di masyarakat yang dilakukan oleh para praktisi ini didorong oleh
hasrat dan rasa pengabdian untuk memenuhi kebutuhan masyarakt dan bangsa
terhadap pendidikan. Para praktisi pada umumnya tardiri dari para pemuda
terdidik, pemuka masyarakat, pimpinan organisasi, guru-guru sekolah, dan tenaga
sukarela lainnya. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk member kesempatan
pendidikan kepada masyarakat agar meraka dapat terlepas dari keterlantaran
pendidikan dan masyarakat. Lebih jauh lagi, kesempatan pendidikan ini diberikan
terhadap pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk menumbuhkan
hasrat dan partisipasi masyarakat dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup
bangsa
Berkembangnya
Kritik terhadap Pendidikan Sekolah
faktor kedua yang
mendorong perkembangan pendidikan luar sekolah adalah munculnya bebagai keritk
terhadap kelemahan pendidikan sekolah serta akibat lain yang ditimbulkan oleh
jalur pendidikan ini. Kritik terhadap pendidikan sekolah ini mulai berkembang
dalam dunia pendidikan pada tahun enam puluhan. Pada umumnya sejumlah praktisi
dan pakar pendidikan melontarkan kritik terhadap pendidikan sekolah setalah
menganalisisnya dari barbagai segi. Perkembangan ini telah terjadi di seluruh
dunia sejak tahun lima puluhan. Pendidikan pun mengalamai perkembangan dan
perubahan, namun perubhannya berjalan lebih lambat apabila dibandingkan dengan
kecepatan perubahan diluar dunia pendidikan.
B. Saran
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan
tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sudjana
S., H. Djudju, SPd., M. Ed., PhD. Pendidikan Luar Sekolah (wawasan, sejarah
perkembangan, falsafah & teori pendukung, serta asas), Bandung, 1422H-2001M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar