Senin, 10 April 2017

Faktor Pendukung Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah


   Faktor Pendukung Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah


A.   Para Praktisi di Masyarakt

Penyelenggaraan pendidikan di masyarakat yang dilakukan oleh para praktisi ini didorong oleh hasrat dan rasa pengabdian untuk memenuhi kebutuhan masyarakt dan bangsa terhadap pendidikan. Para praktisi pada umumnya tardiri dari para pemuda terdidik, pemuka masyarakat, pimpinan organisasi, guru-guru sekolah, dan tenaga sukarela lainnya. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk member kesempatan pendidikan kepada masyarakat agar meraka dapat terlepas dari keterlantaran pendidikan dan masyarakat. Lebih jauh lagi, kesempatan pendidikan ini diberikan terhadap pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk menumbuhkan hasrat dan partisipasi masyarakat dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup bangsa. Oleh karena itu, pada masa sebelum dan awal kemerdekaan, kegiatan para praktisi di masyarakat lebih menitikberatkan pada pendidikan penyadaran dalam berbangsa dan bernegara.

Program pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh praktisi ini sering dikaitkan dengan gerakan pembangunan masyarakat. Program pendidikan ini berbagai macam jenisnya, antara lain : pendidikan orang dewasa, pemberantasan buta huruf fungsional, pendidikan perluasan, latihan keterampilan pertanian, latihan kader koperasi, pendidikan kependudukan, keluarga berencana, pendidikan gizi keluarga, latihan keterampilan produktif, pendidikan kewanitaan dan kerumah tanggaan, pendidikan dan latihan kepemudaan, organisasi pemuda, pramuka, dan latihan kader pembangunan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut telah dipelopori bantuan dari badan-badan internasional yang bernaung dalam perserikatan bangsa-bangsa antara lain UNESCO, UNICEF, FAO dan ILO. Demikianlah, beberapa program yang diutarakn diatas merupakan sebagaian contoh dari kegiatan pendidikan yang tersebar di masyarakat, namun cukup kiranya untuk member gambaran betapa luasnya upaya pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh para praktisi terutama di Negara-negara yang sedang berkembang.

Pendekatan yang dilakukan oleh praktisi didasarkan atas suatupandangan bahwa pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu merupakan bagian penting dari dan sebagai pendekatan dasr dalam pembangunan. Yang pertama, sebagai bagian penting dari pembangunan, menunjukkan bahwa program pendidikan luar sekolah mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dengan program-program lainnya dalam pembangunan. Kenyataan pembangunan menunjukan bahwa dalam kebijakan dan program pembangunan tingkat loka, regional, dan nasional terdapat kebijakan dan program nonformal yang terkait degan sector-sektor pembangunan lainya. Yang kedua, sebagai pendekatan dasar dalam pembangunan, pendidikan luar sekolah mempunyai fungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia yang menjadi pelaku utama dalam berbagai sector pembangunan. Dengan kata lain, pembangunanakan berjalan dengan baik apabila sumber daya manusia sebagai subjek pembangunan dikembangkan melalui kegiatan pendidikan yang relevan dengan pembangunan.

a.    Pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap pendidikan sekolah

Pendidikan luar sekolah sebagi pelengkap (complementary education), pendidikan luar sekolah dapat menyajikan barbagai mata pelajaran atau kegiatan belajar yang belum termuat dalam kurikulum pendidikan sekolah sedangkan materi pelajaran atau kegiatan belajar tersebut sangat dibutuhkan oleh anak didik dan masyarakat yang menjadi lanyanan sekolah tersebut. Pendidikan sekolah berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta didik dengan jalan memberikan pengalaman belajar yang tidak diperoleh dalam kurikulum pendidikan sekolah. Peserta didik ialah murid-murid yang masih mengikuti jenjang pendidikan sekolah.

Perkembangan pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap ini dirasakan perlunya oleh masyarakat sejalan dengan aspirasi mereka untuk memperluas jangkauan sekolah untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarkat dan untuk mendekatkan fungsi pendidikan sekolah belajar dengan kenyataan yang ada dimasyarakat. Upaya mendekatkan fungsi sekolah dengan kebutuhan masyarakat bertujuan pula untuk member kesempatan belajar-mengajar kepada masyarakat sehingga tumbuh suasana saling belajar antara para siswa dan masyarakat.

Perkembangan selanjutnya yang timbul dari pengalaman ini para perencana pendidikan untuk pembangunan telah mengangkat pendidikan luar sekolah sebagai pelangkap menjadi gerakan luas yang dilakukan oleh sekolah-sekolah di berbagai Negara yang sedang berkembang.  Secra singkat dapat dikemukakan bahwa pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap pendidikan sekolah itu berkaitan dengan upaya memperluas fungsi sekolah untuk menjangkau kebutuhan dan perubahan masyarakat yang terus berkembang.

b.    Pendidikan luar sekolah sebagai penambah pendidikan sekolah

Pendidikan sebagai penambah (supplementary education). Pendidikan luar sekolah dapat member kesempatan tambahan pengalaman belajar dalam mata pelajaran yang sama ditempuh di sekolah kepada mereka yang masih bersekolah atau mereka yang telah menamatkan jenjang pendidikan sekolah. Tambahan pengalaman belajar ini dilakukan di tempat yang sama atau di tempat lain dengan waktu yang berbeda.

Pendidikan luar sekolah sebagai penambah pendidikan sekolah bertujuanuntuk menyediakan kesempatan belajar kepada tiga kategori peserta didik. Pertama, para siswa suatu jenjang pendidikan sekolah yang membutuhkan kesempatan belajar guna memperdalam pemahaman dan penguasaan materi pelajaran tertentu yang diperoleh selama mereka mengikuti program pendidikan tersebut. Kedua, meraka yang telah menamatkan suatu jenjang pendidikan sekolah dan masih memerlukan layanan pendidikan untuk memperluas pemahaman dan pengguanaan materi pelajaran yang telah di peroleh. Ketiga, mereka yang putus sekolah dan mempunyai kebutuhan belajar untuk memperoleh pengetahuan baru dan keterampilan yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan atau penampilan diri dari dalam masyarakat. Dengan demikian, peserta didik ialah para siswa dan para lulusan suatu jenjang pendidikan sekolah serta mereka yang putus sekolah.

Untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang putus sekolah, pendidikan luar sekolah sebagai penambah pendidikan sekolah dikaitkan dengan upaya memberi pengetahuan yang relative serupa dengan pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah dan dengan keterampilan yang berhubungan dengan kesempatan kerja dan kegiatan usaha. Pendidikan luar sekolah sebagai penambah ini diarahkan pula untuk membekali para lulusan dan mereka yang putus sekolah untuk memasuki dunia kerja.

Perbedaan utama antara pendidiakan luar sekolah sebagai pelengkap dan sebagai penambah pendidikan sekolah dapat dijelasakan sebagai berikut. Yang pertama, pendidikan nonformal sebagai pelengkap, diorganisasi oleh para penyelenggara pendidikan di sekolah dan pengolahannya termasuk kedalam tanggung jawab sekolah yang besangkutan. Sedangkan yang kedua, pendidikan luar sekolah sebgai penambah, diorganisasi oleh lembagai atau badan yang terdapat di luar lingkungan sekolah. Tujuan kegiatan belajar adalah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah dimiliki serta untuk memperoleh keterampilan berusaha dan kemampuan kerja.

c.    Pendidikan luar sekolah sebagai pengganti pendidikan sekolah

Pendidikan luar sekolah sebgai pengganti (substitute education), pendidikan luar sekolah dapat meggantikan fungsi sekolah di daerah-daerah yang, karena bebagai alasan, penduduknya belum terjangkau oleh pendidikan sekolah. Pendidikan ini menyediakn kesempatan belajar bagi anak-anak atau orang dewasa yang, karena bebagai alasan, tidak memperoleh kesempatan untukmemasuki sekolah dasar. Para peserta didik tidak dibedakan atas dasar usia sehingga dalam belajar akan dapat terdapat anak-anak, orang dewasa, dan orang tua. Pendidika antara lain ialah para guru,petugas lembaga atau badan sosial, serta tenaga sukarela yang datang dari luar daerah. Program pendidikan pada umumnya diselenggarakan di daerah-daerah terpencil atau daerah yang di sebut “kantong terasing” yang belum memiliki sekolah dasar.

Kegiatan belajar-mengajar bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar yang meliputi baca-tulis-hitung dan pengetahuan umum yang peraktis dan sederhana yang berhubungan dengan kehidupan mereka seperti pemeliharaan kesehatan, gizi keluarga, cara bercocok tanam, dan jenis-jenis keterampilan lain yang diperlukan.

Keuntungan pendidikan luar sekolah sebagai pengganti, pendidiakan sekolah itu adalah waktu penyelenggaraannya singkat, biaya pendidikan lebih murah, dan programnya dapat melengkapi masyarakat yang lebih luas pada daerah yang relative sulit untuk dikunjungi.

B.   Berkembangnya Kritik terhadap Pendidikan Sekolah

faktor kedua yang mendorong perkembangan pendidikan luar sekolah adalah munculnya bebagai keritk terhadap kelemahan pendidikan sekolah serta akibat lain yang ditimbulkan oleh jalur pendidikan ini. Kritik terhadap pendidikan sekolah ini mulai berkembang dalam dunia pendidikan pada tahun enam puluhan. Pada umumnya sejumlah praktisi dan pakar pendidikan melontarkan kritik terhadap pendidikan sekolah setalah menganalisisnya dari barbagai segi. Perkembangan ini telah terjadi di seluruh dunia sejak tahun lima puluhan. Pendidikan pun mengalamai perkembangan dan perubahan, namun perubhannya berjalan lebih lambat apabila dibandingkan dengan kecepatan perubahan diluar dunia pendidikan. Sebagai konsekuensinya, kesenjangan antara system pendidikan sekolah dan perkembangan lingkungan luar makin besar sehingga kesenjanggan ini menjadi faktor penyebab utama timbulnya krisis pendidikan sekolah di seluruh dunia..

gejala-gejala yang menunjukan adanya krisis pendidikan itu ilaha :

1.    Ketidakcocokan antara kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata peserta didik.

2.    Ketidaksesuaian antara pendidikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.

3.    Ketidakseimbangan yang terus menerus antara pendidikan dan dunia kerja.

4.    Ketidakmampuan lembaga pendidikan sekolah untuk member kesempatan pemerataan pendidikan bagai semua kelompok dimasyarakat.

5.    Menigkatnya biaya penyelenggaraan pendidikan yang tidak diimbangi oleh kemampuan Negara, terutama Negara sedang berkembang, untuk mebiayainya.

Dengan demikian, pendidikan sekolah menderita kelemahan dalam mengimbangi kecepatan perubahan yang terjadi di luar dirinya.

a.    Philip H. Coombs

Coombs (1963) menggambarkan empat faktor penyebab kelemahan pendidikan sekolah. Pertama, sebagai akibat pertambahan penduduk yang makin pesat maka keinginan masyarakat untuk memperoleh kesempatan pendidikan makin menigkat sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan sekolah semakin berat. Kedua, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan sekolah mengalami kehambatan untuk merespon secara tepat terhadap kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Ketiga, kelambatan system pendidikan sekolah itu sendiri untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di luar pendidikan. Keempat, kelambanan mayarakat itu sendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan sekolah sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin melebar.

Fakto-faktor diatas menyebabkan kelemaham system pendidikan sekolah dalam menyusuaikan diri dengan perkembangan lingkungan luar  yang mengalami perubahan makin cepat. Dengan demikian, kelemahan system pendidikan sekolah tersebut menjadi sasaran utama para pengkritik.

b.    Ivan Illich

Illich (1972) menggambarkan bahwa sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitikberatkan produknya berupa lulusan yang hanya didasari atas hasil penilaian ddengan menggunakan angka-angka dan ijazah. Proses pendidikan didominasi oleh guru yang pada gilirannya merampas harga diri peserta didik. Proses yang demikian pada dasarnya mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik, kurangnya sikap kreatif dan kritis, serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan potensi yang mereka milki.

IIIich, menyinggung pula keberatannya terhadap peranan pendidikan sekolah. Ia menyatakan andaikata hak untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat dipercayakan hanya kepada lembaga pendidikan sekolah dengan system yang ada sekarang maka harus diingat bahwa lebih dari setengah jumlah penduduk dunia pada saat ini tidak belajr di lembaga pendidikan sekolah. IIIich, menyarakan untuk mengadakan revolusi belajar dalam masyarakat untuk mendorong perubahan budaya.

IIIich, mengemukakan pula bahwa pendidikan, sebagai bagaian dari pranata sosial yang ada, memiliki fungsi yang sangat penting dalam mengembangkan saling berhubungan yang mantap dan bermakna dalam kehidupan masyarkat.

c.    Paulo Freire

Menurut freire, sebagaian tebesar warga masyarakat masih dalam keadaan masa bodoh terhadap perkembangan lingkungannya. Kehidupan meraka masih dalam situasi tertekan karena tingkat sodial ekonomi yang rendah. Kehadiran para peserta didik dan lulusan pendidikan sekolahdi masyarakat menjadi faktor yang menyebabkan makin tumbuhnya masyarakat yang merasa tertekan ini. Di masyarakat seolah-olah terjadi pola interaksi antara dua kelompok manusia yaitu pertama, kelompok yang cenderung untuk membebani masyarakat atau klompok penekan dan kedua, kelompok yang merasa dikuasi dan dibebani, atau kelompok tertekan.

Freire, menegaskan bahwa pendidikan yang tidak mampu membangkitkan kesadaran diri peserta didik dan masyarakat adalah tidak manusiawi dank arena itu, tidak usah diberi hak hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pembangunan tidak akan terwujud melaulai pendidikan yang tidak membangkitkan kesadaran peserta didik dan masyarakat baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya.

d.    Carl Rogers

Sebagi pakar psikologi belajar (1961), mengemukakan bahwa proses pembelajaran dalam pendidikan sekolah lebih berpusat pada guru. Ia menyarankan kegiatan pembelajaran itu berpusat pada peserta didik. Namun perlu diingat bahwa dalam penerapan kegiatan pembelajaran yang berpusata pada peserta didk ini bukan berarti bahwa semua kegiatan peserta didik diijinkan bebas-bebasnya. Peranan dan tanggung jawab pendidik adalah untuk menyiapkan pola kegiatan pembelajaran. Berdasarkan atas pola ini, pendidik menampilkan dua peran, yang pertama, sebagai anggota kelompok belajar dan yang kedua, sebagai pemimpin kegiatan belajar.

e.    Abraham H. Maslow

Seorang pakar psikologi humanistis, Maslow (1954), menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya didasarkan atas kebutuhan peserta didik (warga belajar). Berdasarkan teori kebutuhan maka peserta didik perlu dibantu peerkembangannya untuk mencapaiperwujudan diri (self actualizing) di dalam memperluas wawasan diri (the expansion of self). Perwujudan diri ini dapat dilakukan melalui kegiatan pembeljaran yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya yang terus berubah.

Maslow, mengemukakan asumsi bahwa taraf kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan cara-cara baru. Kemampuan untuk mengenali diri akan menjadi dorongan bagi peserta didik untuk bertindak positif melalui upaya mengidentifikasi, menelaah, megalami, menikmati dan megubah kehidupan.

f.     Jerome S. Bruner

Pakar pendidikan lainnya, yaitu bruner (1966), mengemukakan asumsinya bahwa proses pembelajaran pengetahuan (cognitive learning) akan berjalan dan berhasil dengan baik apabila didasarkan atas tiga hal. Pertama,adanya dorongan yang tumbuh dalam diri peserta didik. Kedua, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar. Ketiga, peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guru. Suatu strategi pembelajaran yang lebih berpengaruh terhadap peserta didik dalam mengembangkan perilaku perwujudan diri adalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Dengan pendekatan ini maka para peserta didik memperoleh pengalaman belajar dalam mengembangkan kemampuan untuk menentukan keputusan yang sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan keinginan yang dimilikinya, seerta dalam melakssanakan hasil keputusan yang telah mereka pilih.

g.    F. Skinner

Sebagai penganut aliran tingkah laku, skinner (1968), menjelaskan bahwa pada dasarnya perkembangan yang dialami peserta didik, serta manusia pada umumnya, tidak dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan fisik melainkan oleh perilakunya. Sikap, pikiran, perasaan dan keinginan dalam diri seseorang timbul secara serempak dalam perilaku orang itu. Perilaku ini muncul apabila peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya.

Penerapan pola tingkah laku dalam proses pembelajaran ialah dengan menggunakan teknologi tingkah laku (technology of the behavior). Teknologi tingkah laku ini memanfaatkan pengaruh lingkungan sebagai kekuatan pemaksa (reinforcers) yang harus digunakan secara tepat dan hati-hati. Dengan demikian, pendidik hendaknya menyusun bebagai rangsangan dari luar agar peserta didik dapat mengembangkan tingkah lakunya sesuai ddengan rangsangan-rangsangan tadi.

h.    Malcolm S. Knowles

Knowles (1977) menggabungkan teori psikologi dan pendekatan system untuk mengembangkan proses pembelajaran. Ia beranggapan bahwa :

1.    Setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologis untuk mengarahkan diri dan untuk diakui oleh orang lain.

2.    Kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk mencari alternative jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, dan.

3.    Peseerta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.

Atas dasar anggapan itu maka pendidik tidak perlu memaksakan pendapat dan keinginannya sendiri kepada para peserta didik, melainkan ia harus lebih banyak melimpahkan tanggung jawab pengelolaan kegiatan belajar kepada para peserta didik. Peranan pendidik adalah sebagai penunjuk jalan bagi peserta didik untuk memilih dan menggunakan cara-caranya yang tepat dalam kegiatan belajar.

Peserta didik dibantu oleh pendidik untuk mengenali dan menentukan kebutuhan belajr, menetapkan tujuan belajar, merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar, dan menilai proses dan hasil kegiatan belajar.



A. Kesimpulan


Para Praktisi di Masyarakt

Penyelenggaraan pendidikan di masyarakat yang dilakukan oleh para praktisi ini didorong oleh hasrat dan rasa pengabdian untuk memenuhi kebutuhan masyarakt dan bangsa terhadap pendidikan. Para praktisi pada umumnya tardiri dari para pemuda terdidik, pemuka masyarakat, pimpinan organisasi, guru-guru sekolah, dan tenaga sukarela lainnya. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk member kesempatan pendidikan kepada masyarakat agar meraka dapat terlepas dari keterlantaran pendidikan dan masyarakat. Lebih jauh lagi, kesempatan pendidikan ini diberikan terhadap pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk menumbuhkan hasrat dan partisipasi masyarakat dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup bangsa


Berkembangnya Kritik terhadap Pendidikan Sekolah

faktor kedua yang mendorong perkembangan pendidikan luar sekolah adalah munculnya bebagai keritk terhadap kelemahan pendidikan sekolah serta akibat lain yang ditimbulkan oleh jalur pendidikan ini. Kritik terhadap pendidikan sekolah ini mulai berkembang dalam dunia pendidikan pada tahun enam puluhan. Pada umumnya sejumlah praktisi dan pakar pendidikan melontarkan kritik terhadap pendidikan sekolah setalah menganalisisnya dari barbagai segi. Perkembangan ini telah terjadi di seluruh dunia sejak tahun lima puluhan. Pendidikan pun mengalamai perkembangan dan perubahan, namun perubhannya berjalan lebih lambat apabila dibandingkan dengan kecepatan perubahan diluar dunia pendidikan.


B. Saran


Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.


Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.


DAFTAR PUSTAKA


1.    Sudjana S., H. Djudju, SPd., M. Ed., PhD. Pendidikan Luar Sekolah (wawasan, sejarah perkembangan, falsafah & teori pendukung, serta asas), Bandung, 1422H-2001M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar